PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip
yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV,
dan lain-lain).
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui
kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa)
atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim
(vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui,
serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.
Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit.
AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang
sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan
salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan
kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di
antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini
terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan
menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus
sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian
dan parahnya
infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua
Negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih
berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya.
Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas
kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup
dengan HIV/AIDS (ODHA).
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud dengan AIDS?
2. Apa
penyebab dari AIDS?
3. Bagaimana
patofisiologi dari AIDS?
4. Apa
tanda dan gejala klien dengan AIDS?
5. Bagaimana
komplikasi AIDS?
6. Apa
pemeriksaan penunjang untuk AIDS?
7. Bagaimana
penatalaksanaan AIDS?
8. Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan AIDS?
C. TUJUAN
a. Tujuan
Umum
·
Menjelaskan tentang AIDS dan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan kasus AIDS.
b. Tujuan Khusus
·
Menjelaskan tentang AIDS.
·
Menjelaskan tentang penyebab dari AIDS.
·
Menjelaskan tentang patofisiologi dari
AIDS.
·
Menjelaskan tentang tanda dan gejala dari
AIDS.
·
Menjelaskan tentang komplikasi AIDS.
·
Menjelaskan tentang pemeriksaan
penunjang untuk AIDS.
·
Menjelaskan tentang penatalaksanaan AIDS.
·
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan AIDS
KONSEP TEORI
A.
DEFINISI
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
adalah sekumpulan gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada
tubuh. Muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi
dan penyakit mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi
oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh
yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
Jadi pada dasarnya penderita yang mengidap
HIV akan mudah berlanjut pada penyakit AIDS. Karena HIV dapat menyerang atau
menginfeksi sel system kekebalan tubuh. Dan tubuh tidak mampu melawan
serangan-serangan virus, bakteri dan lain-lain akibat dari lemahnya system imun
atau kerusakan anti bodi. HIV adalah factor utama dari penyakit AIDS.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya
masih baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan
tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.
HIV (human immunodeficiency virus) adalah
sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia -
terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem kekebalan
tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka.
Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh,
yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit
infeksi dan tidak kunjung sembuh atau berulang, artinya daya tahan tubuh
menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang, maka berkembanglah AIDS.
B.
ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai
beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan
retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau
produk darah yang terinfeksi. Adapun beberapa cara virus HIV menyebar ke
individu lain:
1.
Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV
secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau
cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa
mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada
hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih
besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak
berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun
insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV
karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual
meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan
jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya
penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit
dan makrofaga)
pada semen dan sekresi vaginal
2.
Kontaminasi patogen
melalui darah
Jalur penularan ini
terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia,
dan resipien transfusi
darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang
terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen),
tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B
dan hepatitis C.
Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi
baru HIV. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang
digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis
dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas
kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga
dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi
pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
3.
Penularan masa
perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke
anak dapat terjadi melalui rahim selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar.
Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu
saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).
C.
PATOFISIOLOGI
Tubuh
mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing,
misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun
manusia lain.
Kekebalan
humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri
sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “ber-aksi” bahkan
kemudian dilumpuhkan.
Virus
AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di
dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang
mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag
dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera
dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda
asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah
dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat
mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian
mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat
menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV.
Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas
benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan
menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan
melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen.
Fungsi
T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬
proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga
menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper.
Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain)
maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel
lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka
tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya.
Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.
PATHWAY
D.
TANDA
DAN GEJALA
1.
Proses
penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
2. sianosis.
3. Disfagia
4. Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
5. Penurunan BB yang cepat
6. Turgor kulit jelek, lesi pada rongga
mulut.Hygiene
7. Memepeliahatkan penampilan yang tidak
rapi.
8. Dehidrasi.
9. Nyeri pada daerah inflamasi.
10. Penurunan rentang gerak.
11. Napas pendek yang progresif, batuk
produktif/non,
12. Sesak pada dada, takipnea, bunyi
napas tambahan, sputum kuning.
13. Diare.
14. Feses encer dengan atau tanpa
disertai mucus dan darah.
15. Haluaran urin tidak adekuat.
16. Mudah lelah, berkurangnya toleransi
terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif.
17. Kelemahan otot.
18. Perubahan pola tidur.
19. Faktor stress yang berhubungan
dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, pengahsilan
dan gaya hidup tertentu.
20. Menguatirkan penampilan: lesi ,
cacat, menurunnya berat badan.
21. Merasa tidak berdaya, putus asa,
rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.
22. Mengingkari, cemas, depresi, takut,
menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.
E. KOMPLIKASI
1. Neurologik.
a. Ensefalopati HIV atau disebut pula
sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
Manifestasi
dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut
mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan
efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic,
psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh
gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah,
perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis
cairan serebospinal.
2. Gastrointestinal Wasting syndrome
kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS.
Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang
kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang
kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala
ini.
a. Diare karena bakteri dan virus,
pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah,
nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan
fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
3. Respirasi
a. Pneumocystic Carinii. Gejala napas
yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia,
keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
4. Dermatologik.
a. Lesi kulit stafilokokus : virus
herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai
oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan
disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala
serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh
yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis
atopik seperti ekzema dan psoriasis.
b. Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada
konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan.
b) Pendengaran : otitis eksternal akut
dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan
dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Serologis
a.
Tes
antibody serum : skrining HIV dengan ELISA. Jika hasil tes positif, maka akan
mengindikasikan adanya HIV.
b.
Sel
T-limfosit: penurunan jumlah total.
c.
Sel
T4-helper: jumlah yang kurang dari 200 menindikasikan respons defisiensi imun
hebat.
d.
P24
(protein pembungkus HIV) : peningkatan nilai kuantitatif protein dapat
mengindikasikan progesi infeksi.
2.
Sinar x
dada
Mungkin
normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan pada infiltrasi intertisial
pada PCP.
3.
Tes
fungsi pulmonal
Digunakan
pada deteksi awal pada pneumonia; volume mungkin menurun (kolaps alveolar)
tekanan jalan napas meningkat.
4.
Pemeriksaan
neurologis.
a.
EMG/pemeriksaan
konduksi saraf : di indikasikan untuk perubahan mental, perubahan fungsi
sensori/motorik.
5.
Pemeriksaan
gram/kultur sputum dan darah.
Kultur
sputum dan darah dapat mengidentifikasikan semua organism yang ada atau
bekteremia sementara.
6.
Ronsen
kepala
Mungkin
ada indikasi infeksi atau sumber infeksi intracranial.
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Pengendalian
Infeksi Opurtunistik.
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin).
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang,
AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru.
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine.
d. Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus.
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol
dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol
dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas /istirahat :
a. Mudah lelah, berkurangnya toleransi
terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif.
b. Kelemahan otot.
c. Perubahan pola tidur.
2. Sirkulasi
a. Proses penyembuhan luka yang lambat,
perdarahan lama bila cedera.
b. Sianosis.
3. Integritas ego
a. Faktor stress yang berhubungan
dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, pengahsilan
dan gaya hidup tertentu.
b. Menguatirkan penampilan: lesi ,
cacat, menurunnya berat badan.
c. Merasa tidak berdaya, putus asa,
rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.
d. Mengingkari, cemas, depresi, takut,
menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.
4. Eliminasi.
a. Diare.
b. Feses encer dengan atau tanpa
disertai mucus dan darah.
c. Haluaran urin tidak adekuat.
5. Makanan/cairan :
a.
Disfagia
b.
Tidak
ada nafsu makan, mual, muntah
c. Penurunan BB yang cepat
d. Turgor kulit jelek, lesi pada rongga
mulut.Hygiene
e. Memepeliahatkan penampilan yang tidak
rapi.
f. Dehidrasi.
6. Higine
a. Memperlihatkan penampilan yang tidak
rapi.
b. Kekurangan dalam banyak atau semua
perawatan diri.
7. Nyeri/kenyamanan
a. Nyeri pada daerah inflamasi.
b. Penurunan rentang gerak.
8. Pernapasan
a. Napas pendek yang progresif, batuk
produktif/non,
b. Sesak pada dada, takipnea, bunyi napas
tambahan, sputum kuning.
c. Hipoksemia.
9. Keamanan
a. Luka lambat proses penyembuhan
b. Menurunya kekuatan umum.
10. Interaksi social
a. Isolasi, kesepian, perubahan
interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Infeksi, resiko tinggi terhadap
pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare berat, pembatasan pemasukan.
3.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan).
4.
Bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pus/mucus pada trakeobronkial.
5.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran alveolar-kapiler, gangguan aliran udara ke alveoli.
6.
Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan
dengan ketidak mampuan untuk mencerna.
7.
Hipertermia berhubungan dengan infeksi
sistemik, demam, suhu meningkat.
8.
Integritas kulit berhubungan dengan
defisit imunologis.
9.
Gangguan rasa aman dan nyeri berhubungan
dengan infeksi/inflamasi sistemik.
10.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan edema serebral
11.
Ansietas berhubungan dengan ancaman
konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.
C.
RENCANA
KEPERAWATAN
I.
Infeksi, resiko tinggi terhadap
pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
Tujuan
·
Infeksi klien dapat dicegah atau
diperkecil
Kriteria
hasil
·
Mencapai masa penyembuhan luka.
·
Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen
dari kondisi infeksi
a. Intervensi.
Mandiri
1. Cuci
tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Intruksikan orang
terdekat klien untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2. Berikan
lingkungan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi patogen pada system imun.
3. Diskusikan
tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.
Rasional :
Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup berusaha mengurangi rasa terisolasi.
4. Pantau
tanda-tanda vital, termasuk suhu.
Rasional :
Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi terhadap proses
infeksi.
5. Kaji
frekuensi/kedalaman pernafasan, karateristik sputum (bila ada sputum.
Rasional :
Kongesti/distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP.
6. Periksa
kulit/membrane mukosa oral terhadap bercak putih/lesi.
Rasional :
Kandidiasis oral atau bercak putih atau lesi adalah penyakit yang umum terjadi dan memberi efek terhadap membran
kulit.
7. Periksa
dan catat adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda
inflamasi lokal.
Rasional :
Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya
sepsis.
8. Awasi
pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah
tersendiri.
Rasional :Mencegah
kontaminasi tak disengaja dari pemberian perawatan.
Kolaborasi
1. Berikan antibiotik antijamur/agen anti mikroba
misalnya: trimetropim (Bactrim septra), nistanin (Mycostatin), ketokonazol,
pentamidin atau AZT/retrovir, dan gansiklovir (cytovene).
Rasional :
Menghambat proses infeksi, obat-obat tersebut ditunjukan untuk menghilangkan
enzim yang memungkinkan virus measuki material genetis sel T4 sehingga dapat
memperlambat perkembangan penyakit.
II.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare berat, pembatasan pemasukan.
Tujuan
·
Masukan nutrisi adekuat untuk klien
Kriteria
hasil
·
Membran mukosa adekuat.
·
Turgor kulit baik.
·
Tanda-tanda vital stabil
·
Haluaran urin adekuat
a. Intervensi
Mandiri
1. Pantau
tanda-tanda vital, termasuk CVP
Rasional : Indikator dari volume cairan sirkulasi.
2. Kaji
turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus.
Rasional : Indikator tidak langsung dari status
cairan.
3. Ukur
haluaran urine dan berat jenis urine.
Rasional :
Peningakatan berat jenis urine/penurunan haluaran urine menunjukan perubahan
perfusi ginjal.
4. Pantau
pemasukan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hr
Rasional :Mempertahankan
keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membran mukosa.
5. Anjurkan
untuk tidak memakan makanan yang potensial menyebabkan diare.
Rasional : Mungkin dapat mengurangi diare.
Kolaborasi
1. Berikan
cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan (IV).
Rasional :Mungkin
diperlukan untuk mendukung/ memperbesar volume sirkulasi, terutama jika
pemasukan oral tak adekuat.
2. Berikan
obat-obatan sesuai indikasi
-
Antimietik, misalnya: proklorperazin
maleat (compazine), trimetrobenzamid (Tigan).
Rasional : Mengurangi insiden muntah.
III.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Tujuan
·
Meningkatkan/mempertahankan ventilasi
yang adekuat
Kriteria
hasil
·
Sesak napas atau sianosis dikurangi
·
Bunyi napas berkurang atau hilang
a. Intervensi
Mandiri
1. Auskultasi
bunyi nafas , misalnya, mengi, ronki.
Rasional :
Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernapasan.
2. Tinggikan
kepala tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan yang
optimal.
3. Catat
kecepatan/kedalaman pernapasan, dan adanya sianosis.
Rasional :
Sianosis, dan peningkatan napas menunjukan kesulitan pernapasan.
Kolaborasi
1. Tinjau
ulang sinar x dada.
Rasional :
Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia.
2. Berikan
tambahan O2, melalui cara yang sesuai. Misalnya melalui kanula, masker.
Rasional :
Mempertahankan ventilasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis
pernapasan.
3. Berikan
obat sesuai indikasi:
–
Antimikroba misalnya, trimetoprim
(bactrim, septra), pentamidin isetionat (pentam).
Rasional :
Bactrim adalah obat pilihan profilaksis untuk mencegah pneumonia.
-
Bronkodilator , ekspektoran.
Rasional :
Mungkin diperlukan untuk meningkatkan/ mempertahankan jalan napas atau untuk
membantu membersihkan sekresi.
IV.
Bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pus/mucus pada trakeobronkial.
Tujuan
·
Ventilasi dan oksigenasi adekuat untuk
kebutuhan individu.
Kriteria
hasil
·
Pernapasan dangkal hilang.
·
Jalan napas paten.
·
Bunyi napas bersih.
a. Intervensi.
Mandiri
1. Kaji
frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional :
Pernapasan dangkal dan pergerakan dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
2. Auskultasi
area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara. Misalnya : ronki, dan
mengi.
Rasional : Penurunan
aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial
dapat juga terjadi pada area konsolidsi.
3. Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari. Tawarkan air hangat.
Rasional :
Cairan (khususnya air hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
Kolaborasi
1. Berikan
obat sesuai indikasi. Misalnya: analgesik.
Rasional : Analgesik
diberikan untuk meperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk.
V.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran alveolar-kapiler, gangguan aliran udara ke alveoli.
Tujuan
·
Perbaikan status respiratorius dan
pemeliharaan pola napas yang normal.
Kriteria
hasil
·
Bebas dari gejala distres pernapasan.
·
Sianosis berkurang atau hilang.
·
GDA dalam batas normal.
a. Intervemsi
Mandiri
1. Kaji
frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
Rasional :
Manifestasi distress pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi
warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis.
Rasional : Sianosis menunjukan adanya hipoksemia
sistemik.
3. Siapkan/untuk
pemindahan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.
Rasional :
Intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan pada kejadian kegagalan
pernapasan.
Kolaborasi
4. Berikan
terapi oksigen dengan benar. Misalnya nasal, dan masker.
Rasional :
Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2.
VI.
Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan
dengan ketidak mampuan untuk mencerna.
Tujuan
·
Nutrisi adekuat dan masukan cairan
terpelihara.
Kriteria
hasil
·
Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat.
·
Menunjukan peningkatan berat badan
mencapai rentang yang diharapkan.
·
Menyiapkan pola diet dengan masukan
kalori adekuat.
·
Mual muntah berkurang.
·
Selera makan meningkat.
a. Intervensi
Mandiri
1. Kaji
kemampuan untuk mengunyah dan menelan.
Rasional :
Untuk mengetahui kemampuan klien mengunyah makanan, lesi pada mulut,
tenggorokan dan esophagus dapat menyebabkan disfagia.
2. Auskultasi
bising usus.
Rasional :
Hipermotilitas saluran itenstinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah
dan diare.
3. Timbang
berat badan sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi berat badan yang tidak sesuai.
Rasional :
Indikator kebutuhan nutrisi?pemasukan yang adekuat.
4. Rencanakan
diet dengan orang terdekat; jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah.
Sediakan makanan yang sedikit tapi sering, berupa makanan yang padat akan
nutrisi.
Rasional :
Melibatkan pasien dalam rencana memberikan perasaan control lingkungan dan
mungkin meningkatkan pemasukan.
Kolaborasi
1. Pertahankan
status puasa
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menurunkan
muntah.
2. Pasang/pertahankan
selang NGT sesuai petunjuk dengan hati-hati.
Rasional :
Mungkin diperlukan mengurangi mual muntah untuk pemberian makanan per selang.
3. Konsultasikan
dengan tim pendukung ahli gizi.
Rasional :
Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan tubuh dengan rute yang tepat.
Kolaborasi
1. Berikan
obat yang sesuai indikasi.
-
Antiemetic, misalnya metoklopramid
(Reglan), suplemen vitamin.
Rasional :
Mengurangi insiden muntah, meningkatkan fungsi gaster.
VII.
Hipertermia berhubungan dengan infeksi
sistemik, demam, suhu meningkat.
Tujuan
·
Suhu tubuh klien dalam rentang normal.
Kriteria
hasil :
·
Keluhan panas berkurang.
·
Kulit tidak teraba panas.
a. Intervensi
Mandiri
1. Pantau
suhu pasien; perhatikan menggigil.
Rasional :
Suhu 38,90-41,10C menunjukan proses penyakit infeksius
akut.
2. Panatu
suhu lingkungan sesuai indikasi.
Rasional :
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3. Berikan
kompres mandi hangat.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
Kolaborasi
1. Berikan
antipiretik. Misalnya: ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi denagan aksi sentralnya pada hipotalamus.
VIII.
Integritas kulit berhubungan dengan
deficit imunologis.
Tujuan.
·
Integritas kulit dapat diatasi.
Kriteria
hasil
·
Menunjukan kemajuan pada
luka/penyembuhan lesi
·
Menunjukan tingkah laku /tekhnik
mencegah kerusakan kulit.
a. Intervensi
Mandiri
1. Kaji
kulit setiap hari.
Rasional :
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan
dilakukan intervensi yang tepat.
2. Intruksikan
atau pertahankan hygiene kulit. Misalnya membasuh dan mengeringkanya dengan
hati-hati.
Rasional :
Memperthankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
3. Pertahankan
seprei bersih, dan kering.
Rasional : Friksi kulit disebabkan oleh kain yang
berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi pada kulit.
4. Dorong
untuk ambulansi/turun dari tempat tidur jika memungkinkan.
Rasional : Menurunkan tekanan pada kulit dari istrahat
lama di tempat tidur.
5. Tutupi
luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang sterilatau barier protektif.
Rasional :
Dapat mengurangi konataminasi bakteri, dan meningkatkan proses penyembuhan.
Kolaborasi
1. Berikan
matras atau tempat tidur busa.
Rasional :
Menurunkan atau mengurangi tekanan pada kulit atau jaringan.
2. Gunakan/berikan
obat-obatan topika/sistemik sesuai indikasi. Misalnya Telfa.
Rasional :
Digunakan pada perawatan lesi kulit, perawatan harus dilakukan untuk
menghindari kontaminasi silang.
IX.
Gangguan rasa aman dan nyeri berhubungan
dengan infeksi/inflamasi sistemik, pembesaran nodulm limfa, radang otak akut.
Tujuan
·
Rasa sakit/tidak nyaman dikurangi
Kriteria
hasil.
·
Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa
sakit.
·
Menunjukan posisi/wajah rileks.
·
Dapat tidur/istrahat adekuat.
a. Intervensi.
Mandiri
1. Kaji
keluhan nyeri, perhatiakan lokasi, itensitas, dan waktu nyeri.
Rasional :
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan
komplikasi.
2. Letakan
kantung es pada kepala klien.
Rasional :
Meningkatkan vasokontriksi, penumpulkan resepsi sensori yang selanjutnya akan
menurunkan nyeri atau sakit kepala.
3. Dorong
pengungkapan perasaan klien.
Rasioal :
Dapat mengurangi ansietas, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa
nyeri.
4. Lakukan
tindakan paliatif. Misalnaya pengubahan posisi.
Rasional :
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
Kolaborasi
1. Berikan
analgesik/antipiretik, analgesic narkotik sesuai dengan indikasi.
Rasional : Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.
X.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan edema serebral.
Tujuan
·
Fungsi serebral membaik/meningkat,
penurunan fungsi neurologis dapat diminimalkan/dapat distabilkan.
Kriteria
hasil
·
Mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik.
·
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital
stabil.
a. Intervensi
Mandiri
1. Pantau/catat
status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya,
seperti GCS.
Rasional :
Pengkajian kecendrungan adanya perubahan tingkat kesadaran.
2. Berikan
tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti lingkungan yang tenang, suara
yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istrahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.
3. Berikan
waktu istrahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut.
Rasional : Mencegah kelelahan berlebihan.
Kolaborasi
1. Berikan
obat sesuai indikasi:
-
Steroid; dexametason, metilprednison
Rasional :
Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema
serebral.
XI.
Ansietas berhubungan dengan ancaman
konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.
Tujuan.
·
Klien dapat berhadapan dengan situasi
sekarang secara realistis.
Kriteria
hasil.
·
Menyatakan kesadaran tentang perasaan
dan cara sehat untuk menghadapinya.
·
Menunjukan rentang normal dari perasaan
atau berkurangnya rasa takut.
a. Intervensi
Mandiri
1.
Jamin pasien tentang kerahasiaan
dalam batasan situasi tertentu.
Rasional : Memberikan penentraman hati lebih lanjut
dan kesempatan bagi pasien untuk memecahlan masalah pada situasi yang
diantisipasi.
2. Pertahankan
hubungan yang sering dengan pasien.
Rasional : Menjamin
bahwa pasien tidak akan sendiri dan ditelantarkan.
3. Waspada
terhadap tanda-tanda penolakan/depresi.
Rasional
: Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme bertahan dengan penolakan dan terus berharap
bahwa diagnose tidak akurat.
4. Izinkan
pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, putus asa tanpa konfirmasi.
Rasional : Penerimaan
perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi.
Kolaborasi
1. Rujuk
pada konseling psikiatri (psikiater)
Rasional : mungkin
dibutuhlkan bantuan lebih lanjut dengan diagnose.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar