Minggu, 02 Desember 2012

ASKEP AIDS



PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua Negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).



B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan AIDS?
2.      Apa penyebab dari AIDS?
3.      Bagaimana patofisiologi dari AIDS?
4.      Apa tanda dan gejala klien dengan AIDS?
5.      Bagaimana komplikasi AIDS?
6.      Apa pemeriksaan penunjang untuk AIDS?
7.      Bagaimana penatalaksanaan AIDS?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan AIDS?
                                                                
C.     TUJUAN
a.       Tujuan Umum
·         Menjelaskan tentang AIDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus AIDS.
b.       Tujuan Khusus
·         Menjelaskan tentang AIDS.
·         Menjelaskan tentang penyebab dari AIDS.
·         Menjelaskan tentang patofisiologi dari AIDS.
·         Menjelaskan tentang tanda dan gejala dari AIDS.
·         Menjelaskan tentang komplikasi AIDS.
·         Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk AIDS.
·         Menjelaskan tentang penatalaksanaan AIDS.
·         Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan AIDS

KONSEP TEORI


A.    DEFINISI
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
Jadi pada dasarnya penderita yang mengidap HIV akan mudah berlanjut pada penyakit AIDS. Karena HIV dapat menyerang atau menginfeksi sel system kekebalan tubuh. Dan tubuh tidak mampu melawan serangan-serangan virus, bakteri dan lain-lain akibat dari lemahnya system imun atau kerusakan anti bodi. HIV adalah factor utama dari penyakit AIDS.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.
HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang, maka berkembanglah AIDS.

B.     ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi. Adapun beberapa cara virus HIV menyebar ke individu lain:


1.      Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal
2.      Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
3.      Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).


C.     PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun manusia lain.
Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “ber-aksi” bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.





PATHWAY



 


D.    TANDA DAN GEJALA
1.      Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
2.      sianosis.
3.      Disfagia
4.      Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
5.      Penurunan BB yang cepat
6.      Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut.Hygiene
7.      Memepeliahatkan penampilan yang tidak rapi.
8.      Dehidrasi.
9.      Nyeri pada daerah inflamasi.
10.  Penurunan rentang gerak.
11.  Napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
12.  Sesak pada dada, takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
13.  Diare.
14.  Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus dan darah.
15.  Haluaran urin tidak adekuat.
16.  Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif.
17.  Kelemahan otot.
18.  Perubahan pola tidur.
19.  Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu.
20.  Menguatirkan penampilan: lesi , cacat, menurunnya berat badan.
21.  Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.
22.  Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.

E.     KOMPLIKASI
1.      Neurologik.
a.       Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b.      Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
2.      Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
a.       Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b.      Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c.       Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
3.      Respirasi
a.       Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
4.      Dermatologik.
a.       Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
b.      Sensorik
a)      Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan.
b)      Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Serologis
a.       Tes antibody serum : skrining HIV dengan ELISA. Jika hasil tes positif, maka akan mengindikasikan adanya HIV.
b.      Sel T-limfosit: penurunan jumlah total.
c.       Sel T4-helper: jumlah yang kurang dari 200 menindikasikan respons defisiensi imun hebat.
d.      P24 (protein pembungkus HIV) : peningkatan nilai kuantitatif protein dapat mengindikasikan progesi infeksi.
2.      Sinar x dada
Mungkin normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan pada infiltrasi intertisial pada PCP.
3.      Tes fungsi pulmonal
Digunakan pada deteksi awal pada pneumonia; volume mungkin menurun (kolaps alveolar) tekanan jalan napas meningkat.
4.      Pemeriksaan neurologis.
a.       EMG/pemeriksaan konduksi saraf : di indikasikan untuk perubahan mental, perubahan fungsi sensori/motorik.
5.      Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah.
Kultur sputum dan darah dapat mengidentifikasikan semua organism yang ada atau bekteremia sementara.
6.      Ronsen kepala
Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi intracranial.

G.    PENATALAKSANAAN
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik.
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin).
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3.      Terapi Antiviral Baru.
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.       Didanosine
b.      Ribavirin
c.       Diedoxycytidine.
d.      Recombinant CD 4 dapat larut.
4.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus.
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5.      Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
1.      Aktifitas /istirahat :
a.       Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif.
b.      Kelemahan otot.
c.       Perubahan pola tidur.

2.      Sirkulasi
a.       Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
b.      Sianosis.

3.      Integritas ego
a.       Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu.
b.      Menguatirkan penampilan: lesi , cacat, menurunnya berat badan.
c.       Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.
d.      Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.

4.      Eliminasi.
a.       Diare.
b.      Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus dan darah.
c.       Haluaran urin tidak adekuat.

5.      Makanan/cairan :
a.       Disfagia
b.      Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
c.       Penurunan BB yang cepat
d.      Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut.Hygiene
e.       Memepeliahatkan penampilan yang tidak rapi.
f.       Dehidrasi.
6.      Higine
a.       Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
b.      Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri.

7.      Nyeri/kenyamanan
a.       Nyeri pada daerah inflamasi.
b.      Penurunan rentang gerak.

8.      Pernapasan
a.       Napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
b.      Sesak pada dada, takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
c.       Hipoksemia.

9.      Keamanan
a.       Luka lambat proses penyembuhan
b.      Menurunya kekuatan umum.

10.  Interaksi social
a.       Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.                  Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
2.                  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan.
3.                  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan).
4.                  Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pus/mucus pada trakeobronkial.
5.                  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler, gangguan aliran udara ke alveoli.
6.                  Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna.
7.                  Hipertermia berhubungan dengan infeksi sistemik, demam, suhu meningkat.
8.                  Integritas kulit berhubungan dengan defisit imunologis.
9.                  Gangguan rasa aman dan nyeri berhubungan dengan infeksi/inflamasi sistemik.
10.              Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral
11.              Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

C.     RENCANA KEPERAWATAN
                     I.            Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
Tujuan
·         Infeksi klien dapat dicegah atau diperkecil
Kriteria hasil
·         Mencapai masa penyembuhan luka.
·         Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dari kondisi infeksi
a.       Intervensi.
Mandiri
1.      Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Intruksikan orang terdekat klien untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
Rasional    : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2.      Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional    : Mengurangi patogen pada system imun.
3.      Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.
Rasional    : Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup berusaha mengurangi rasa terisolasi.
4.      Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.
Rasional    : Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi terhadap proses infeksi.
5.      Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan, karateristik sputum (bila ada sputum.
Rasional    : Kongesti/distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP.
6.      Periksa kulit/membrane mukosa oral terhadap bercak putih/lesi.
Rasional    : Kandidiasis oral atau bercak putih atau lesi adalah penyakit yang umum   terjadi dan memberi efek terhadap membran kulit.
7.      Periksa dan catat adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi lokal.
Rasional    : Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
8.      Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
Rasional    :Mencegah kontaminasi tak disengaja dari pemberian perawatan.
Kolaborasi
1.      Berikan  antibiotik antijamur/agen anti mikroba misalnya: trimetropim (Bactrim septra), nistanin (Mycostatin), ketokonazol, pentamidin atau AZT/retrovir, dan gansiklovir (cytovene).
Rasional    : Menghambat proses infeksi, obat-obat tersebut ditunjukan untuk menghilangkan enzim yang memungkinkan virus measuki material genetis sel T4 sehingga dapat memperlambat perkembangan penyakit.
                  II.            Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan.
Tujuan
·         Masukan nutrisi adekuat untuk klien
Kriteria hasil
·         Membran mukosa adekuat.
·         Turgor kulit baik.
·         Tanda-tanda vital stabil
·         Haluaran urin adekuat
a.       Intervensi
Mandiri
1.      Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP
Rasional    : Indikator dari volume cairan sirkulasi.
2.      Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus.
Rasional    : Indikator tidak langsung dari status cairan.
3.      Ukur haluaran urine dan berat jenis urine.
Rasional    : Peningakatan berat jenis urine/penurunan haluaran urine menunjukan perubahan perfusi ginjal.
4.      Pantau pemasukan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hr
Rasional    :Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membran mukosa.
5.      Anjurkan untuk tidak memakan makanan yang potensial menyebabkan diare.
Rasional    : Mungkin dapat mengurangi diare.
Kolaborasi
1.      Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan (IV).
Rasional    :Mungkin diperlukan untuk mendukung/ memperbesar volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tak adekuat.
2.      Berikan obat-obatan sesuai indikasi
-          Antimietik, misalnya: proklorperazin maleat (compazine), trimetrobenzamid (Tigan).
Rasional          : Mengurangi insiden muntah.
             III.            Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Tujuan
·         Meningkatkan/mempertahankan ventilasi yang adekuat
Kriteria hasil
·         Sesak napas atau sianosis dikurangi
·         Bunyi napas berkurang atau hilang
a.       Intervensi
Mandiri
1.      Auskultasi bunyi nafas , misalnya, mengi, ronki.
Rasional    : Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi  atau infeksi pernapasan.
2.      Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional    : Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal.
3.      Catat kecepatan/kedalaman pernapasan, dan adanya sianosis.
Rasional    : Sianosis, dan peningkatan napas menunjukan kesulitan pernapasan.
Kolaborasi
1.      Tinjau ulang sinar x dada.
Rasional    : Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia.
2.      Berikan tambahan O2, melalui cara yang sesuai. Misalnya melalui kanula, masker.
Rasional    : Mempertahankan ventilasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernapasan.
3.      Berikan obat sesuai indikasi:
        Antimikroba misalnya, trimetoprim (bactrim, septra), pentamidin isetionat (pentam).
Rasional          : Bactrim adalah obat pilihan profilaksis untuk mencegah pneumonia.
-          Bronkodilator , ekspektoran.
Rasional          : Mungkin diperlukan untuk meningkatkan/ mempertahankan jalan napas atau untuk membantu membersihkan sekresi.
               IV.            Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pus/mucus pada trakeobronkial.
Tujuan
·         Ventilasi dan oksigenasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil
·         Pernapasan dangkal hilang.
·         Jalan napas paten.
·         Bunyi napas bersih.
a.       Intervensi.
Mandiri
1.      Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional    : Pernapasan dangkal dan pergerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
2.      Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara. Misalnya : ronki, dan mengi.
Rasional    : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial dapat juga terjadi pada area konsolidsi.
3.      Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari. Tawarkan air hangat.
Rasional    : Cairan (khususnya air hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi. Misalnya: analgesik.
Rasional   : Analgesik diberikan untuk meperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk.
                V.            Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler, gangguan aliran udara ke alveoli.
Tujuan
·         Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Kriteria hasil
·         Bebas dari gejala distres pernapasan.
·         Sianosis berkurang atau hilang.
·         GDA dalam batas normal.
a.       Intervemsi
Mandiri
1.      Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
Rasional    : Manifestasi distress pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2.      Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis.
Rasional    : Sianosis menunjukan adanya hipoksemia sistemik.
3.      Siapkan/untuk pemindahan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.
Rasional    : Intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan pada kejadian kegagalan pernapasan.
Kolaborasi
4.      Berikan terapi oksigen dengan benar. Misalnya nasal, dan masker.
Rasional    : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2.
             VI.            Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna.
Tujuan
·         Nutrisi adekuat dan masukan cairan terpelihara.
Kriteria hasil
·         Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat.
·         Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan.
·         Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat.
·         Mual muntah berkurang.
·         Selera makan meningkat.

a.       Intervensi
Mandiri
1.      Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan.
Rasional    : Untuk mengetahui kemampuan klien mengunyah makanan, lesi pada mulut, tenggorokan dan esophagus dapat menyebabkan disfagia.
2.      Auskultasi bising usus.
Rasional    : Hipermotilitas saluran itenstinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare.
3.      Timbang berat badan sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi berat badan yang tidak sesuai.
Rasional    : Indikator kebutuhan nutrisi?pemasukan yang adekuat.
4.      Rencanakan diet dengan orang terdekat; jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering, berupa makanan yang padat akan nutrisi.
Rasional    : Melibatkan pasien dalam rencana memberikan perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan.
Kolaborasi
1.      Pertahankan status puasa
Rasional    : Mungkin diperlukan untuk menurunkan muntah.
2.      Pasang/pertahankan selang NGT sesuai petunjuk dengan hati-hati.
Rasional    : Mungkin diperlukan mengurangi mual muntah untuk pemberian makanan per selang.
3.      Konsultasikan dengan tim pendukung ahli gizi.
Rasional    : Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan tubuh dengan rute yang tepat.
Kolaborasi
1.      Berikan obat yang sesuai indikasi.
-          Antiemetic, misalnya metoklopramid (Reglan), suplemen vitamin.
Rasional          : Mengurangi insiden muntah, meningkatkan fungsi gaster.
          VII.            Hipertermia berhubungan dengan infeksi sistemik, demam, suhu meningkat.
Tujuan
·         Suhu tubuh klien dalam rentang normal.
Kriteria hasil :
·         Keluhan panas berkurang.
·         Kulit tidak teraba panas.
a.       Intervensi
Mandiri
1.      Pantau suhu pasien; perhatikan menggigil.
Rasional    : Suhu 38,90-41,10C menunjukan proses penyakit infeksius akut.
2.      Panatu suhu lingkungan sesuai indikasi.
Rasional    : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3.      Berikan kompres mandi hangat.
Rasional    : Dapat membantu mengurangi demam.
Kolaborasi
1.      Berikan antipiretik. Misalnya: ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional    : Digunakan untuk mengurangi denagan aksi sentralnya pada hipotalamus.
       VIII.            Integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologis.
Tujuan.
·         Integritas kulit dapat diatasi.
Kriteria hasil
·         Menunjukan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi
·         Menunjukan tingkah laku /tekhnik mencegah kerusakan kulit.
a.       Intervensi
Mandiri
1.      Kaji kulit setiap hari.
Rasional    : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan dilakukan intervensi yang tepat.
2.      Intruksikan atau pertahankan hygiene kulit. Misalnya membasuh dan mengeringkanya dengan hati-hati.
Rasional    : Memperthankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
3.      Pertahankan seprei bersih, dan kering.
Rasional    : Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi pada kulit.
4.      Dorong untuk ambulansi/turun dari tempat tidur jika memungkinkan.
Rasional    : Menurunkan tekanan pada kulit dari istrahat lama di tempat tidur.
5.      Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang sterilatau barier protektif.
Rasional    : Dapat mengurangi konataminasi bakteri, dan meningkatkan proses penyembuhan.
Kolaborasi
1.      Berikan matras atau tempat tidur busa.
Rasional    : Menurunkan atau mengurangi tekanan pada kulit atau jaringan.
2.      Gunakan/berikan obat-obatan topika/sistemik sesuai indikasi. Misalnya Telfa.
Rasional    : Digunakan pada perawatan lesi kulit, perawatan harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi silang.
             IX.            Gangguan rasa aman dan nyeri berhubungan dengan infeksi/inflamasi sistemik, pembesaran nodulm limfa, radang otak akut.
Tujuan
·         Rasa sakit/tidak nyaman dikurangi
Kriteria hasil.
·         Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit.
·         Menunjukan posisi/wajah rileks.
·         Dapat tidur/istrahat adekuat.
a.       Intervensi.
Mandiri
1.      Kaji keluhan nyeri, perhatiakan lokasi, itensitas, dan waktu nyeri.
Rasional    : Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.
2.      Letakan kantung es pada kepala klien.
Rasional    : Meningkatkan vasokontriksi, penumpulkan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri atau sakit kepala.
3.      Dorong pengungkapan perasaan klien.
Rasioal      : Dapat mengurangi ansietas, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa nyeri.
4.      Lakukan tindakan paliatif. Misalnaya pengubahan posisi.
Rasional    : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
Kolaborasi
1.      Berikan analgesik/antipiretik, analgesic narkotik sesuai dengan indikasi.
Rasional    : Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.
                X.            Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral.
Tujuan
·         Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat diminimalkan/dapat distabilkan.
Kriteria hasil
·         Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik.
·         Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
a.       Intervensi
Mandiri
1.      Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
Rasional    : Pengkajian kecendrungan adanya perubahan tingkat kesadaran.
2.      Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional    : Meningkatkan istrahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.
3.      Berikan waktu istrahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut.
Rasional    : Mencegah kelelahan berlebihan.
Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi:
-          Steroid; dexametason, metilprednison
Rasional          : Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral.
             XI.            Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.
Tujuan.
·         Klien dapat berhadapan dengan situasi sekarang secara realistis.
Kriteria hasil.
·         Menyatakan kesadaran tentang perasaan dan cara sehat untuk menghadapinya.
·         Menunjukan rentang normal dari perasaan atau berkurangnya rasa takut.
a.       Intervensi
Mandiri
1.      Jamin pasien tentang kerahasiaan dalam batasan situasi tertentu.
Rasional    : Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk memecahlan masalah pada situasi yang diantisipasi.
2.      Pertahankan hubungan yang sering dengan pasien.
Rasional    : Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan ditelantarkan.
3.      Waspada terhadap  tanda-tanda penolakan/depresi.
Rasional : Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme    bertahan dengan penolakan dan terus berharap bahwa diagnose tidak akurat.
4.      Izinkan pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, putus asa tanpa konfirmasi.
Rasional    : Penerimaan perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi.
Kolaborasi
1.      Rujuk pada konseling psikiatri (psikiater)
Rasional    : mungkin dibutuhlkan bantuan lebih lanjut dengan diagnose.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar